For professional profile please visit my LinkedIn

Mari Bicara Tentang Wagyu Beef (yang Mungkin Anda Belum Tahu)

Daging Tottori Wagyu dengan kandungan asam oleat tinggi (masashige55.com).

Siapa yang tidak kenal daging wagyu? Tentu masyarakat sudah banyak yang tahu atau setidaknya pernah mendengar daging sapi yang satu ini. Secara harfiah, wagyu dalam bahasa Jepang (和牛, wa-gyū; wa berarti Jepang serta gyū yang bermakna sapi) bermakna 'sapi Jepang'.  Wagyu merupakan nama umum yang merujuk pada empat ras sapi lokal Jepang, hasil dari persilangan (crossbreeddengan ras dari luar Jepang, kebanyakan dari Eropa seperti Brown Swiss, Shorthorn, Devon, Simmental, Ayrshire, Holstein dan Angus, yang diimpor ke Jepang pada awal abad ke-19. Perkawinan silang dan seleksi yang berlangsung sampai sekitar 100 tahun yang lalu itu lah yang kemudian menghasilkan sapi-sapi wagyu. Secara umum, keempat ras sapi yang dikenal sebagai wagyu adalah Japanese black cattle (黒毛和種kuroge washu), Japanese brown cattle (褐毛和種akage washu atau akaushi), Japanese polled (無角和種mukaku washu), dan Japanese shorthorn (日本短角和種nihon tankaku washu).  Hal yang perlu diketahui juga adalah bahwa selain keempat ras wagyu tersebut, terdapat beberapa ras sapi lokal Jepang, yakni sapi Kuchinoshima (di Pulau Kuchinoshima, Prefektur Kagoshima), sapi Mishima (di Pulau Mishima, Prefektur Yamaguchi). Kedua ras ini merupakan ras sapi lokal yang bukan hasil perkawinan silang dan populasinya terbatas di pulau terkait. Akan tetapi, meskipun keduanya merupakan ras sapi yang ada di Jepang, mereka bukan termasuk kategori sapi wagyu. Di Jepang, daging sapi yang beredar di pasar swalayan dan atau restoran di Jepang juga banyak yang berasal dari sapi-sapi ras luar negeri yang diternakkan di Jepang, atau daging impor dari berbagai negara, seperti Australia, Amerika, Mexico, dan lain-lain. 

Nah, daging wagyu yang cukup populer, dikenal dengan harga yang relatif mahal dan rasa yang lezat, merupakan daging yang diambil dari keempat sapi Wagyu yang disebutkan di atas. Lebih dari 90% populasi wagyu adalah Japanese black cattle, yang tersebar seantero Jepang. Jadi, bisa dikatakan bahwa daging wagyu yang beredar di pasaran adalah dari sapi jenis ini. Terpenting, di Jepang sendiri ada sistem yang dibangun untuk melindungi garis keturunan sapi wagyu, yang sekaligus sebagai penjaga kualitas daging wagyu yang dihasilkan. Lebih detil lagi, beberapa daerah atau kelompok pengusaha memiliki branding khusus untuk produk daging wagyu dengan spesifikasi tertentu. Misalnya "Kobe Beef" [神戸ビーフ], adalah daging wagyu yang dihasilkan dari sapi hitam/kuroge strain Tajima, yang merupakan strain lokal Prefektur Hyogo, yang dipelihara di sekitar Kobe dalam masa penggemukan tertentu, mengikuti kriteria Kobe Beef Marketing and Distribution Promotion Association. Kriteria ini meliputi waktu pemeliharaan dan umur potong, selain dari faktor pakan dan perawatan lainnya. Sederhananya, sapi yang dipelihara sampai 24 bulan, 32 bulan, atau durasi tertentu lainnya akan menghasilkan output jumlah daging, kualitas lemak intramuskular atau biasa disebut marbling, dan keempukan daging yang bervariasi. Selain Kobe beef, daging wagyu yang paling populer adalah Matsusaka beef dari Prefektur Mie dan Omi beef dari Prefektur Shiga. 

Meskipun begitu, sapi wagyu dari daerah lain juga memiliki kualitas yang sangat baik meskipun tidak populer atau tidak dikenal secara global. Sebagai contohnya Tottori Wagyu, yang pada tahun 2017 juga pernah menduduki peringkat 1 pada kompetisi Wagyu Olympics, sebuah kompetisi sapi wagyu yang diselenggarakan oleh Wagyu Registry Organization setiap 5 tahun sekali sejak 1966. Secara karakteristik, sapi wagyu Tottori memiliki ukuran lebih besar dengan kualitas daging yang sangat baik. Tottori Wagyu, yang umumnya dikenal dengan brand Olein 55, merupakan daging wagyu dengan kandungan (sekurang-kurangnya) 55% asam oleat, seperti komponen utama dalam minyak zaitun/olive oil. Tahun 2022 lalu, giliran Mizayaki Wagyu yang berhasil menyabet posisi tertinggi dalam kompetisi serupa.

Hal yang paling utama, karkas wagyu dievaluasi secara objektif oleh graders yang terakreditasi oleh Japan Meat Grading Association (JMGA) sesuai dengan grading standards untuk karkas sapi.  Saat ini terdapat kurang lebih 200 graders di Jepang, yang dalam proses evaluasinya mengacu pada sistem pemeringkatan yang ditetapkan pertama kali pada tahun 1988. Mengacu pada JMGA, saat ini terdapat 3 tingkatan kuantitas daging yang dihasilkan dari karkas, ditandai dengan kode A, B, dan C menurut urutan dari tingkatan tertinggi hingga terendah. Tingkatan kuantitas daging yang dihasilkan dari karkas ini dievaluasi dengan rumus perhitungan yang mengacu pada skor dasar, kemudian ditambah dan dikurangi dengan hasil penilaian beberapa parameter. Skor akhir inilah yang kemudian dijadikan dasar dalam menentukan apakah karkas tersebut merupakan kategori A, B, atau C. Selanjutnya, tingkat kualitas daging dikelompokkan dalam beberapa kategori, menggunakan kode 1, 2, 3, 4, dan 5, berdasarkan tingkat kualitas daging dari tertinggi ke terendah. Kualitas daging ini dinilai berdasarkan empat aspek, yaitu 1) lemak intramuskular atau marbling, 2) warna dan kecerahan daging, 3) tekstur dan konsistensi daging, dan 4) warna, kilau, serta kualitas perlemakan. 

Apakah daging yang dievaluasi merupakan potongan daging yang diambil secara acak? Tentu saja tidak. Penilaian kualitas daging sapi di Jepang dievaluasi pada daging di bagian costae VIVII sekurang-kurangnya satu jam setelah ribbing (istilah untuk menggambarkan proses pengambilan daging rib eye dan dipisahkan dari area tulang belakang). Rib eye sendiri secara anatomis merupakan potongan daging yang tersusun oleh otot-otot longissimus thoracis, spinalis, dan complexus (sebagian otot ini bisa saja tertinggal pada saat ribbing)

Marbling atau perlemakan intramuskular memiliki kriteria penilaian yang mengacu pada beef marbling standard (BMS), dengan skor 112, yang merepresentasikan derajat lemak intramuskular dari terendah (tidak ada atau sedikit marbling) sampai derajat marbling tertinggi. Grade 1 diberikan untuk daging dengan skor BMS 1; grade 2 untuk skor 2; grade 3 untuk skor 3 dan 4; grade 4 untuk skor 57; dan grade 5 untuk skor 812. Terkait dengan warna daging, penilaian mengacu pada beef color standard (BCS), dengan rentang skor 1–7, mewakili daging dengan grade 1–5. Begitu pula dengan penilaian kualitas perlemakan, memiliki rentang skor 1–7 menurut beef fat standard (BFS), yang juga merepresentasikan kualitas daging grade 1–5. Selain itu, tekstur dan konsistensi daging juga dinilai menurut parameter sensoris yang merepresentasikan kualitas daging grade 1–5.  

Standar penilaian daging sapi di Jepang menurut JMGA (Gotoh et al. 2018

Dari keempat aspek yang sudah dijelaskan, grade terendah hasil penilaian secara independen dari salah satu aspek menentukan grade akhir daging. Sebagai contoh sapi dengan kuantitas daging kategori A, dagingnya memiliki perlemakan instramuskular derajat 8-12 menurut BMS merupakan daging wagyu grade 5, tapi jika aspek lain (warna dan tekstur daging, serta kualitas lemak) masuk kategori grade 4 saja, maka daging wagyu tersebut akan dikategorikan sebagai daging wagyu A4. Sistem evaluasi ketat inilah yang kemudian menghasilkan daging-daging dengan kategori A5, A4, A3......B5, B4, ..... C5, C4,... dan terendah C1 (total ada 15 kategori). Tentu saja terkait dengan promosi, yang umum muncul adalah wagyu A5, untuk memunculkan image daging kualitas terbaik, sedangkan daging wagyu kategori yang lebih rendah (kategori lebih rendah pun memiliki kualitas baik tentunya) akan mengisi swalayan dan restoran, yang biasanya mencantumkan informasi bahwa ini adalah daging wagyu, tanpa menyebutkan kategorinya. Fakta inilah yang menyebabkan daging wagyu di swalayan dan restoran bisa saja harganya fantastis karena branding, dan atau bisa juga harganya masih masuk akal di banyak restoran yang menyediakan menu daging wagyu. Perlu diingat, bahwa daging wagyu, adalah daging yang dihasilkan dari sapi-sapi wagyu yang memang umum dipelihara di Jepang, jadi daging wagyu bukan merupakan daging yang "langka", kecuali daging dari brand-brand tertentu yang dihasilkan melalui seleksi sapi wagyu menurut kriteria yang ketat untuk menjaga kualitas tinggi, sehingga karkas dan daging yang dihasilkan terbatas. Selain itu, tidak dipungkiri bahwa proses pemeliharaan dan perawatan sapi-sapi wagyu di beberapa peternakan memang bisa dibilang "spesial" sehingga biaya produksinya juga meningkat. 

Selezat apa daging wagyu? Kalau berbicara soal cita rasa, sebetulnya setiap orang memiliki preferensi yang boleh berbeda, apalagi terkadang kemampuan sensoris kita sebagai konsumen sudah bias oleh branding, dan tentu saja, teknik mengolah dan menyajikan menu daging juga menjadi faktor penentu bagaimana persepsi atas rasa daging, karena tahapan itulah yang merupakan tahapan akhir sebelum potongan daging memenuhi ruang mulut kita.  Hanya saja, secara teori, karakter anatomi potongan daging wagyu dengan lemak intramuskular yang diumpamakan seperti pola marmer, memberikan tekstur akhir yang lembut pada daging, sehingga sangat masuk akal jika cita rasa daging wagyu ini berada pada kategori premium. Jaringan lemak intramuskular pada sapi wagyu terdiri atas lemak tak jenuh yang lebih tinggi dari daging sapi lainnya, dan banyak penelitian ilmiah yang sudah membuktikan bahwa kandungan lemak tak jenuh yang tinggi seperti asam oleat ini membuat daging wagyu menjadi daging sapi yang lebih sehat dikonsumsi. Bagaimana dengan daging-daging di luar Jepang yang diklaim sebagai daging wagyu? Mungkin bisa kita bahas di lain kesempatan. 

Veterinary anatomist | School of Veterinary Medicine and Biomedical Sciences, IPB University | Ph.D. student, Joint Graduate School of Veterinary Sciences, Tottori University, Japan

3 comments

  1. Sangat mencerahkan, harusnya penikmat steak wajib membaca artikel ini
    1. Terima kasih sudah berkunjung dan juga atas apresiasinya.
  2. Sangat mencerahkan, harusnya penikmat steak wajib membaca artikel ini
Komentar atau tidak komentar tetap thank you.