For professional profile please visit my LinkedIn

Hiking ke Puncak Gunung Gede

Akhir bulan Oktober ini saya dan beberapa teman bergabung dalam kegiatan trekking menuju puncak Gunung Gede sekaligus puncak G. Pangrango. Sebetulnya saya hanya peserta tambahan, yang mendadak ikut, sebelumnya saya sudah ada rencana kegiatan lain, tetapi kebetulan batal. Ya, kebetulan yang diprediksi.

Jumat pukul dua belas malam, selesai packing ulang kami berangkat dari Dramaga. Perjalanan menuju Cibodas, salah satu titik start jalur pendakian Gunung Gede dan Pangrango, kami tempuh dengan menggunakan sepeda motor, selain hemat biaya transportasi juga tidak terlalu ribet kalau macet di jalan. Kami berangkat jumat malam supaya masih bisa beristirahat di persinggahan yang lokasinya tepat di depan Balai Taman Nasional G. Gede-Pangrango (TNGGP) dan pagi-pagi bisa langsung memulai pendakian.

Sabtu, 26 Oktober 2013, kami memulai aktivitas pendakian setelah sebelumnya sarapan pagi bersama-sama, sarapan mie rebus di warung di tempat kami istirahat. Tepat jam enam kami memulai perjalanan, mundur dari waktu yang direncanakan sebelumnya, yaitu jam lima. Ah, itu tidak masalah, yang penting semuanya sudah benar-benar siap dengan segala persiapannya, sudah sarapan dan punya tenaga, dan yang paling penting, pagi itu kami awali dengan berdoa bersama.  Bismillah, kami mulai melangkahkan kaki memasuki kawasan Taman Nasional, tidak lupa kami melapor di pos pertama untuk konfirmasi perizinan pendakian.

© Anggraita Putra 
Jalur berbatu yang kami lalui di awal-awal tidak terlalu menanjak, tapi relatif konstan, hanya sesekali terdapat tanjakan yang agak tajam, itu juga jalur 'potong jalan' yang umum digunakan para pendaki yang tidak ingin mengambil jarak lebih jauh di tikungan (padahal beda jaraknya juga tidak terlalu jauh, tapi percaya, jarak sedikit saja itu terasa berarti bagi pendaki). Tim kami berjumlah 8 orang, kami terbagi dua, 4 orang berjalan lebih cepat, sedangkan saya di belakang bersama 3 orang lainnya.

Setelah melewati pos kedua, di jalur akhir sebelum pos ketiga, pendaki mendapatkan trek bonus, berupa susunan batang-batang cor yang disusun mendatar membentuk jembatan, biasa dikenal dengan nama 'jembatan cinta', di atas rawa Gayonggong, beberapa ratus meter panjangnya. Ah, lumayan berjalan mendatar sebelum menanjak lagi dan beristirahat di pos ketiga.

Pos ketiga (persinggahan Panyangcangan) memang menjadi titik rest area bagi para pendaki, baik yang akan naik, maupun yang sudah turun. Ada papan penunjuk jalan di depan pos tersebut, yang menunjukkan jarak ke puncak Gunung Gede 8,2 km sedangkan puncak G. Pangrango 10,5 km. Pada jarak 2,8 km dari persinggahan Panyangcangan tadi terdapat wisata alam air terjun panas, yang kami gunakan sebagai titik persinggahan kedua, (kalau tidak salah ingat) setelah melewati pos kelima.

Melewati air terjun panas, pendaki perlu lebih berhati-hati, selain karena bisa terkena cipratan air panas, juga karena jalurnya yang berada di tebing jurang dan berbatu licin. Setelah lewat dari sauna alami di jalur air terjun panas, kami singgah sejenak dan membuka bekal makanan ringan. Jujur, sejak di pos ketiga, perut saya sudah lapar, mungkin karena pagi tadi hanya sarapan mie rebus dan kurang kenyang, hehe.

Tidak jauh dari air terjun panas, kami sampai di area camp Kandang Batu, tetapi perjalanan kami lanjutkan menuju area camp Kandang Badak. Kami berencana membangun tenda di sana, 4 orang tim depan tadi lah yang bertugas mencari lokasi pendirian tenda di Kandang badak.

Sekitar jam sebelas kurang seperempat, kami sampai di camp Kandang Badak. Tiga buah dome dibangun sebagai tempat beristirahat, sekaligus mengamankan barang-barang bawaan. Lalu kami membangun satu dome lagi, supaya kalau tidur tidak berdesak-desakan. Sambil membangun tenda, sebagian dari kami memasak makanan untuk makan siang. Bagian paling sulit adalah memasak nasi, ya, masak nasi dengan nesting menjadi hal yang sulit dilakukan. Bisa, tapi sulit, itu faktanya, karena kami para lelaki yang memasak.

Kami bermalam kemudian esok harinya memulai hiking ke puncak jam 3.40 dini hari. Dinginnya waktu fajar tak terasa, tak mengalahkan rasa capek dan pegal-pegal karena jalurnya (setelah kandang badak) konstan menanjak. Sekitar pukul 6 pagi kami sampai di puncak G. Gede. Alhamdulillah.

Di puncak G. Gede, isinya foto-foto, ritual lepas baju padahal angin dingin kencang bertiup, agak gila memang. Setelah merasa dingin, ngopi dan membuka perbekalan (sarapan) menjadi penghangat, sambil menunggu matahari agak tinggi pagi itu.

Pukul 9.00 kami mulai menuruni puncak dan kembali di camp untuk menyiapkan makan siang dan berkemas. Turun sambil lari! ini satu lagi kegilaan yang terjadi. Kalau saat naik kami menghindari tanjakan setan, sewaktu turun kami menuruni tebing tanjakan setan dengan bantuan tali tambang yang sudah terpasang di lokasi. Seru!

Tidak perlu banyak-banyak saya bercerita, jam setengah enam sore kami sampai di pos pertama, kami istirahat sambil menunggu sholat maghrib. Setelah istirahat sejenak, perjalanan kembali ke Bogor kami lanjutkan menggunakan sepeda motor, kemudian tengah malam sampai di Dramaga.

Beberapa dokumentasi di bawah akan berbicara seribu kata, menggambarkan indahnya alam ciptaan-Nya. Intinya, melakukan suatu perjalanan atau berlibur kemana saja, dan membentuk kenangan tak terlupakan perlu kita lakukan. Layaknya ungkapan Take vacations, go as many places as you can. You can always make money, but you can't always make memories

© Anggraita Putra 

© Anggraita Putra 

© Anggraita Putra 


Veterinary anatomist | School of Veterinary Medicine and Biomedical Sciences, IPB University | Ph.D. student, Joint Graduate School of Veterinary Sciences, Tottori University, Japan

Post a Comment

Komentar atau tidak komentar tetap thank you.